PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA KEHUTANAN
Pengertian Penangkapan adalah:“Suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 butir 20 KUHAP)
Yang berwenang melakukan penangkapan:
Pada pengertian penangkapan di atas tidak menyebutkan bahwa hanya penyidik polri yang berwenang melakukan penangkapan; hal ini berarti bahwa baik penyidik yang disebut pasal 6 ayat 1 huruf a KUHAP (penyidik polri) maupun penyidik yang disebut pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP (PPNS) seharusnya berwenang melakukan penangkapan;
Kewenangan Penyidik Polri diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP, dan penangkapan merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Penyidik Polri. Sedangkan PPNS mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7 ayat (2) KUHAP);
Kewenangan PPNS Kehutanan diatur dalam ketentuan Pasal 39 ayat (3) UU No. 5 tahun 1990 dan Pasal 77 ayat (2) UU No. 41 tahun 1999, dalam ketentuan UU No. 5 tahun 1990 PPNS tidak berwenang melakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak pidana bidang KSDAHE, namun dalam ketentuan Pasal 77 ayat (2) huruf f UU No. 41 th 1999 PPNS kehutanan berwenang melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan (bidang Kehutanan). Bahkan dalam peraturan pelaksana UU 41 Th 99 yaitu PP 45 th 2004 tentang Perlindungan hutan disebutkan bahwa ”Polisi Kehutanan atas perintah pimpinan berwenang untuk melakukan penyelidikan, dalam rangka mencari dan menangkap tersangka” (Pasal 36 ayat (3)).
Menjawab pertanyaan sahabat Sulistianto tentang kewenangan kita (polhut/PPNS) melakukan penangkapan dalam kasus tumbuhan dan satwa liar, menurut saya bahwa tindak pidana terhadap tumbuhan dan satwa liar di atur dalam UU No. 5 tahun 1990 (bidang KSDAHE), oleh karena itu kewenangan yang melekat pada PPNS kehutanan adalah kewenangan yang secara limitatif telah ditatur oleh UU No 5 tahun 1990 yaitu pasal 39, berdasarkan ketentuan tersebut maka kita (Polhut/PPNS) tidak berwenang melakukan penangkapan, kecuali dalam hal tertangkap tangan, dalam hal tertangkap tangan ppns atau polisi kehutanan wajib melakukan penangkapan (Pasal 111 ayat (1) KUHAP), untuk menyiasatinya jika memang perlu dilakukan penangkapan maka disarankan untuk minta bantuan penangkapan kepada Penyidik Polri dengan cara mengirim surat permohonan bantuan penangkapan dengan melampirkan: Laporan Kejadian, Surat Perintah Penyidikan, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dan Laporan Kemajuan Penyidikan namun jika proses penyidikan belum dimulai upayakan tersangka tertangkap tangan.
Tertangkap tangan adalahtertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. (Pasal 1 angka 19 KUHAP)
Undang-undang kehutanan dan peraturan pelaksananya telah memberikan wewenang kepada PPNS dan polisi kehutanan atas perintah pimpinan untuk dapat melakukan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana bidang kehutanan, namun tidak diatur mekanismenya dan menyerahkannya kepada KUHAP, sedangkan menurut KUHAP Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia (Pasal 18 ayat (1) KUHAP)
Ketidaklengkapan pengaturan mekanisme penangkapan oleh PPNS kehutanan dan polisi kehutanan dalam undang-undang kehutanan menimbulkan beda persepsi penerapannya bahkan menyebabkan kewenangan tersebut “mandul” sehingga dalam hal tidak tertangkap tangan PPNS Kehutanan masih meminta bantuan POLRI untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka tindak pidana bidang kehutanan meskipun polisi kehutanan dan PPNS kehutanan sudah memiliki kewenangan itu.
Saya khawatir jika kewenangan itu dipaksakan digunakan akan menyebabkan konflik karena belum ada juknis pelaksanaannya, kita (kementerian kehutanan) seharusnya segera membuat juknis rangkaian proses penyidikan, agar ppns kehutanan benar-benar profesional dalam melaksanakan tugas, ya.... jika kementerian kehutanan belum sanggup minta bantuan lah ke polri dan kejaksaan.
Ketentuan lain mengenai penangkapan:
- • Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
- • Pelaksanaan tugas penangkapan dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
- • Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik peinbantu yang terdekat
- • Tembusan surat perintah penangkapan harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan
- • Penangkapan dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.
- • Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.
Bersambung…
Labels:
PENYIDIKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar