BURUNG RAJA UDANG vs BURUNG KEPODANG
Akhir september 2011, tujuh hari di cagar alam kepulauan krakatau tidak seperti biasa hanya beberapa jenis satwa saja yang menampakkan diri sebagai bagian dari eksotisnya gunung anak krakatau, yang menarik perhatian saya adalah burung raja udang dengan burung kepodang, awalnya saya mengira bahwa burung raja udang dan burung kepodang adalah jenis burung yang sama, ternyata berbeda Bro.
Burung Raja Udang yang saya jumpai di gunung anak krakatau berukuran sebesar kepodang, hanya bagian tubuhnya didominasi warna putih, sayap dan ekornya berwarna biru laut dan hitam, jika diperhatikan struktur tubuhnya tidak proporsional sebagaimana burung pada umumnya, berkepala besar, paruh besar panjang dan runcing, nampak kurang seimbang dengan ukuran tubuhnya yang relatif kecil dan berbadan gempal. Kaki pendek, begitu juga lehernya.
Makanan burung Raja udang yaitu ikan kecil, katak dan serangga. Bertengger diam-diam di ranting kering atau di bawah lindungan dedaunan dekat air, burung ini dapat tiba-tiba menukik dan menyelam ke air untuk memburu mangsanya. Raja udang memiliki kemampuan untuk mengetahui posisi mangsanya di dalam air, melalui bentuk lensa matanya yang mirip telur. Burung raja udang juga dapat memburu reptil, kodok dan serangga yang nampak di atas tanah atau di semak-semak.
Burung Raja udang merupakan salah satu aves yang dilindungi undang-undang
Kerajaan: Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Coraciiformes
Upaordo: Alcedines
Burung Kepodang (Oriolus chinensis) merupakan burung berkicau yang merupakan fauna identitas provinsi Jawa Tengah disamping burung perkutut, orang Sunda biasa menyebut burung Kepodang ini dengan sebutan Bincarung. Sedangkan beberapa daerah di Sumatera menyebutnya sebagai Gantialuh dan masyarakat di Sulawesi menyebutnya Gulalahe. Burung Kepodang ini dalam bahasa Inggris sering disebut dengan Black Naped Oriole. Di Malaysia disebut burung Kunyit Besar. Sedangkan dalam bahasa ilmiah (latin), Burung Kepodang disebut Oriolus chinensis.
Deskripsi Burung Kepodang (Oriolus chinensis): pada saat dewasa panjang mulai ujung ekor hingga paruh berkisar 25 cm. Bulunya berwarna kuning keemasan sedang bagian kepala,sayap dan ekor ada sebagian bulu yang berwarna hitam. Ciri khas burung Kepodang adalah terdapatnya garis hitam melewati mata dan tengkuk. Iris mata burung Kepodang berwarna merah sedangkan paruhnya berwarna merah jambu dan kedua kakinya berwarna hitam. Burung Kepodang mempunyai siulan seperti bunyi alunan seruling dengan bunyi “liiuw, klii-lii-tii-liiuw” atau “u-dli-u”. Selain mempunyai ocehan yang sangat keras dan nyaring, Kepodang juga pandai menirukan suara burung Ciblek, Prenjak, Penthet bahkan suara burung Raja Udang.
Habitat, Persebaran, dan Konservasi. Habitat asli Burung Kepodang (Oriolus chinensis) adalah di daerah dataran tinggi. Namun burung ini dapat juga ditemui di hutan terbuka, hutan mangrove dan hutan pantai hingga ketinggian 1.600 m dpl. Kepodang tersebar luas di mulai dari India, Bangladesh, Rusia, China, Korea, Taiwan, Laos, Myanmar, Kamboja, Thailand, Filipina, Malaysia, hingga Indonesia. Di Indonesia, burung berbulu indah ini dapat dijumpai di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.
Meskipun terdapat penurunan populasi burung kepodang di alam, burung kepodang belum termasuk sebagai aves yang dilindungi undang-undang.
Klasifikasi Ilmiah burung kepodang: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Passeriformes; Famili: Oriolidae; Genus: Oriolus; Spesies: Oriolus chinensis
Burung Raja Udang termasuk burung dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
- Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
- Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
- Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2)).
Labels:
BURUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar